,

Iklan

Menelisik Konflik Rusia Terhadap Ukraina

Redaksi
10 Agu 2022, 15:12 WIB Last Updated 2024-08-15T11:19:26Z
Opini - Konflik Rusia-Ukraina kembali memanas pada awal Februari 2022 setelah armada tempur Rusia unjuk kekuatan di perbatasan Ukraina, tepatnya di Belarus. 

Kekuatan Rusia yang dikirim dalam jumlah cukup besar itu diperkirakan dapat dijadikan sebagai kekuatan untuk melakukan invasi ke Ukraina, dan menjadi penyebab terjadinya eskalasi ketegangan dalam hubungan Rusia-Ukraina. Perspektif negara-negara anggota NATO, eskalasi ketegangan yang terjadi dalam hubungan Rusia-Ukraina tidak dapat dilepaskan dari tindakan-tindakan Rusia yang tidak hanya memicu krisis di Ukraina sendiri, tetapi juga dalam hubungan Rusia dengan negara-negara Uni Eropa dan AS yang tergabung dalam NATO, yaitu aliansi negara-negara Eropa, AS, dan Kanada di bidang pertahanan. 

Di bidang ekonomi, sengketa yang terkait pasokan gas juga dialami dalam hubungan Rusia dan Ukraina pada tahun 2006. Rusia merupakan produsen minyak serta gas alam bagi banyak negara Eropa, termasuk Ukraina. Ukraina sendiri sangat mengandalkan pasokan gas dari Rusia dan menjadi jalur transit bagi pasokan gas dari Rusia menuju Eropa. Dalam kerja sama gas, pada 1 Januari 2006 terjadi penghentian pasokan gas dari Rusia akibat kenaikan harga. Hal ini terus berlanjut hingga perusahaan gas tersebut mengurangi jumlah pengiriman, dikarenakan ketidaksanggupan Ukraina dalam membayar utang dan denda kepada Rusia. Akibat lainnya, ekspor gas ke Eropa menjadi terhambat. 

Ketegangan hubungan Rusia dan Ukraina sesungguhnya sudah terjadi sejak tahun 2014. Saat itu, rakyat Ukraina yang memilih untuk lebih independen menggulingkan presiden Viktor Yanukovych yang Pro-Rusia. Demonstrasi Pro-Uni Eropa terjadi akibat penolakan terhadap kebijakan Viktor yang lebih memilih berhubungan dagang dengan Rusia. Pelengseran Viktor menyebabkan konflik pada pemerintahan Ukraina hingga terbagi menjadi dua golongan, Pro Uni Eropa dan Pro-Rusia. Pro-Rusia berasal dari masyarakat serta politisi Crimea. 

Rusia dan Ukraina memiliki hubungan secara geopolitik yang bersinggungan. Secara geopolitik Ukraina berada di dua sisi, di mana pro-Eropa berada di bagian barat, sedangkan pro-Rusia berada di bagian timur. Kedua negara pernah menjadi bagian dari Uni Soviet, namun setelah Uni Soviet runtuh Ukraina memisahkan diri. Seiring berjalannya waktu, hubungan bilateral kedua negara mengalami pasang surut, di antaranya pergantian kepemimpinan yang membawa Ukraina ke arah Barat yang mengakibatkan mulai berkurangnya peran Rusia. 

Selain itu, Ukraina juga memiliki keinginan untuk menjadi anggota Uni Eropa, dan dalam perkembangannya kemudian muncul keinginan dari pemimpin Ukraina pro-Eropa untuk menjadi anggota NATO.
Selain itu faktor geopolitik Ukraina yang terletak diantara Rusia dengan negara-negara uni-eropa yang juga tergabung dalam NATO dinilai sangat strategis.
 
Karena wilayah ini yang seharusnya dapat menjadi benteng pemisah antara negara UE dengan rusia. Ketika wilayah ini masuk dalam kelompok UE tentu dapat merugikan dari sisi pertahanan dan juga perekonomian Rusia. Hal inilah yang sebenarnya menjadi penyebab mengapa Ukraina begitu diperebutkan. Namun bagi negara Rusia selain persoalan geopolitik Ukraina harus dipertahankan karena juga memiliki faktor historis yang relatif sama. Selain faktor tersebut Ukraina diperebutkan oleh negara-negara Eropa lain karena Ukraina merupakan salah satu negara dengan kekayaan hasil pangannya. Sebagai contoh Ukraina merupakan negara tanaman sereal terbesar.

Pada kondisi terbaru terkait konflik Rusia dan Ukraina, NATO secara tidak langsung memiliki kepentingan dengan negara Ukraina. NATO yang merupakan organisasi aliansi pertahanan Uni Eropa membuka pintu bagi Ukraina untuk diizinkan 9 bergabung. Namun, hal itu membuat posisi Ukraina berada di ujung peperangan dengan Rusia jika memilih bergabung ke NATO. Perlawanan Ukraina atas invasi yang dilakukan Rusia banyak mendapat bantuan pasokan senajata perang oleh negara-negara NATO. 

Konflik antara Rusia dan Ukraina mempunyai dampak terhadap perekomian dunia seperti Komoditas melambung dimana harga minyak dan gas telah melonjak akibat kekhawatiran pasokan karena Rusia adalah salah satu produsen dan pengekspor bahan bakar fosil terbesar di dunia. Minyak mentah Brent North Sea, patokan internasional, berdiri di sekitar 90 dollar AS pada Februari. Pada 7 Maret, melonjak ke 139,13 dollar AS mendekati level tertinggi 14 tahun dan harga tetap sangat fluktuatif. Serta permasalahan ancaman pangan, terguncangnya pasar saham dan pertumbuhan ekonomi yang lambat.*** Tiar fauzi