Bengkulu : Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra menyampaikan siaran pers terkait pengawasannya terhadap pengelolaan cadangan beras pemerintah (CBP) di Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog), Pupuk di PT Pusri Bengkulu, Sawit dan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Gedung Ombudsman Provinsi Bengkulu, Jumat (30/9).
Untuk CBP Yeka menyebutkan, bahwa di gudang dengan kapasitas 3.500 ton milik Perum Bulog Kanwil Bengkulu masih terdapat stok beras pengadaan luar negeri tahun 2018 yang sementara total beras di dalam gudang tersebut sebanyak 1.256.53 ton.
Jumlah seluruh stok yang dikelola oleh Perum BULOG tersebut dapat dimonitor secara real time melalui sistem Enterprise Resource Planning (ERP), sebagaimana laporan Perum Buog per tanggal 1 Juni 2022 yang menyebutkan bahwa Sistem Informasi Logistik (SIL) telah di-cut off dan penggunaan sistem informasi berbasis TI beralih ke sistem ERP yang mengintegrasikan antara SIL dengan Warehouse.
Selanjutnya, Ombudsman RI juga meninjau realisasi penyaluran pupuk bersubsidi di wilayah Bengkulu di Gudang Lini III PT Pupuk Indonesia di Jalan RE Martadinata, Kelurahan Kandang, Kota Bengkulu pada Rabu, 28 September 2022.
Kunjungan tersebut diterima langsung oleh Vice Presiden Penjualan Wilayah II Pupuk Sriwijaya Bengkulu, Bapak Jambak dan juga didampingi oleh Bapak Erick J Rahman selaku Senior Vice Presiden (SVP) PT Pupuk Indonesia. Pada kesempatan tersebut, Bapak Jambak menyampaikan terkait realisasi capaian kinerja yang dilakukan oleh Pupuk Sriwijaya pada 2022.
Adapun jumlah realisasi pupuk urea awal tahun hingga September 2022 mencapai 18.793 ton, sementara penjualan hingga Desember 2022 sebesar 23.421 ton atau naik setara dengan 75%. Alokasi pupuk jenis urea mengalami peningkatan dari 27.739 menjadi 31.228 ton naik atau setara 113% sementara untuk jenis NPK dari 25.783 ton menjadi 28.392 ton atau setara dengan 110%.
Setelah meninjau gudang, Yeka Hendra Fatika dan Tim PT Pupuk Indonesia menggelar diskusi bersama dengan petani dan distributor. Petani mengeluhkan terkait Permentan Nomor 10 Tahun 2022 yang hanya mengakomodir 9 komoditas sementara di wilayah Bengkulu mayoritas petani bergerak di bidang komoditas sawit dan karet yang tidak termasuk ke dalam 9 komoditas tersebut, sehingga petani tidak dapat melakukan penebusan pupuk sedangkan saat ini karet dan sawit harganya sangat jatuh.
Menyikapi hal tersebut, Yeka menyampaikan pupuk bersubsidi adalah pelayanan publik, program itu dibuat untuk mengsubsidi petani dan yang memproduksi pupuk tersebut adalah PT Pupuk Indonesia yang jelas sebagai BUMN dan yang membayarnya yaitu negara Indonesia, sehingga pelayanan publiknya bisa diawasi.
“Ombudsman telah mengantisipasi dan menyampaikan kekeliruan ini, sederhana yaitu dananya besar namun tidak ada anggaran pengawasan, sehingga pengawasan lemah. Siapa yg harus mengawasi? Kita harus memiliki organisasi yang bisa fokus dan mengawasi penyelewengan tersebut,” jelasnya.
Yeka menegaskan kembali bahwa saran perbaikan Ombudsman menitikberatkan pada proses pendataan yang diharapkan dapat melibatkan aparatur desa dan ditetapkan melalui musyawarah serta pada proses penyaluran subsidi yaitu dengan skema penyaluran kepada Poktan/Gapoktan bukan ke petani berdasarkan by NIK by address.
Kunjungan kerja anggota Ombudsman diakhiri dengan kunjungan lapangan ke perkebunan sawit di Desa Kungkai Baru, Kabupaten Seluma yang bertempat di kediaman Bapak Nyoman yang merupakan salah satu petani sawit. Ia menyatakan bahwa harga sawit biasanya Rp3.000,00/kg kini menjadi Rp1.500,00-Rp1.600,00/kg.
Sementara di sisi lain, harga pupuk pun melambung naik terlebih komoditas sawit tidak termasuk ke dalam komoditas yang mendapatkan subsidi pupuk pasca dikeluarkannya Permentan No. 10 Tahun 2022. Harga pupuk KCL yang biasanya Rp325.000,00 sekarang sekitar urea di harga Rp500.000,00/50kg dan NPK sebesar Rp850.000,00. Penurunan harga sawit menurut Nyoman terjadi seminggu setelah Presiden RI, Joko Widodo mengumumkan larangan CPO, otomatis harga langsung drop di angka Rp1.500,00 Rp1.600,00/kg. Terkait subsidi pupuk, petani sawit terakhir kali mendapatkan subsidi pada Juli 2022, sementara sekarang sudah tidak dapat.
Permasalahan lain yang disampaikan oleh petani sawit yaitu program replanting yang diberikan kepada petani sebesar Rp30 juta, sementara biaya real pengelolaan replanting bisa mencapai Rp60 juta, mulai dari persiapan hingga biaya tenaga kerja. Lalu, bagaimana untuk menutupi kebutuhan tersebut? Maka beberapa petani mengantisipasinya dengan cara mengajukan hutang kepada tengkulak. Petani sawit ada beberapa yang memikili hutang kepada tengkulak mulai dari Rp3 juta sampai dengan Rp5 juta dan dibayarkan melalui mekanisme cicil pada saat panen. Yeka menambahkan bahwa program replanting secara SOP memang perlu diubah, harus ada anggaran mulai dari pengawasan, ATK, perjalanan hingga HOK.
Selama dalam perjalanan kunjungan diperoleh fenomena antrean panjang dihampir seluruh SPBU yang ada di Kota Bengkulu, seharusnya setelah kenaikan BBM tidak ada lagi antrean namun pada kenyataannya tetap terjadi antrean yang disebabkan oleh mekanisme pendataan data setiap kendaraan yang akan mengisi BBM dengan memakan waktu sekitar 3-5 menit. Kenaikan harga BBM menyebabkan harga dieceran pun melambung tinggi dan memicu masyarakat untuk membeli langsung ke SPBU. Di sisi lain, adanya disparitas harga antara subsidi dan non subsidi membuat masyarakat tetap memilih membeli di SPBU.
Setelah melakukan kunjungan kerja di Bengkulu, Ombudsman menyarankan kepada Kementerian Pertanian untuk melakukan 3 hal sebagai berikut; 1. cabut Permentan No. 10 Tahun 2022, 2. revisi Permentan No. 28 Tahun 2022 pasal 7, hal. 23 tentang Komponen HPP dan 3. penyelesaian permasalahan pupuk bersubsidi baik dari sisi pengawasan, pendataan maupun jenis komoditas yang berhak mendapatkan subsidi.