,

Iklan

Resesi Ancam Ekonomi dan Pasar Modal Indonesia, Ada Solusi?

Redaksi
10 Des 2022, 20:47 WIB Last Updated 2024-07-06T03:46:56Z

Jakarta - Tahun depan, para ekonom global memprediksikan perekonomian dunia terancam alami krisis, bahkan dapat menuju resesi.

Kebijakan suku bunga tinggi di bebagai negara maju, khususnya Amerika Serikat, angka pengangguran yang akan naik, pertumbuhan ekonomi yang minim, krisis pangan, energi dan perang, akan menjadi pemicu semua itu.

Menyikapi kondisi demikian, Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) dan CSA Community didukung Perkumpulan Profesional Pasar Modal Indonesia (PROPAMI) mencoba mengajak para stakeholder dan pelaku pasar modal yang terdiri dari, professional, investor, expert, para manajerial perusahaan publik dan komunitas yang peduli pasar modal untuk mengulas dan mencari solusi atas kondisi perekonomian global dan lokal pada tahun 2023.

Maka dibentuklah panitia pelaksanaan seminar Economic and Market Outlook Capital 2023.

Ketua Pelaksana Economic and Market Outlook Capital 2023 Haryajid Ramelan menyatakan bahwa potensi resesi global akan menjadi ancaman bagi ekonomi dan pasar modal Indonesia.

Karenanya seminar ini dilaksanakan dalam upaya mencari solusi dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi dan dunia pasar modal nasional.

Diharapkan dalam seminar ini dapat diperoleh rangkuman, analisa, gambaran kondisi industri, perekonomian dan pasar modal global serta dampaknya terhadap ekonomi dan pasar modal nasional di tahun 2023.

“Dengan adanya acara ini kami berharap pasar modal Indonesia akan tetap tumbuh di tengah tekanan resesi dunia,” ungkap Haryajid.

Faktor dominan global selain tingkat bunga federal reserve yang masih akan tinggi, juga resesi di beberapa negara, termasuk di CIna yag akan alami perlambatan ekonomi serta perang dan juga harga komiditi yang tinggi.

Dan hingga 31 Agustus 2022, nilai kapitalisasi pasar sahamnya telah mencapai angka Rp23.5 triliun .Selain seminar, juga diadakan acara Investor and Profesional Gathering. Yaitu acara yang mempertemukan para praktisi, profesional dan masyarakat yang peduli pasar modal Indonesia.

Antara lain, investor pemula, influencer, expert, emiten, trainer pasar saham berpengalaman, komunitas serta professional perusahaan publik.Kegiatan yang dihadiri sekitar 700 orang ini, diharapkan, dapat menambah wawasan mengenai perekonomian global dan nasional yang sedang terjadi saat ini dan dampaknya pada tahun mendatang.

Selain juga dapat dijadikan ajang membangun relasi bisnis sesama pelaku pasar modal Indonesia. Haryajid Ramelan, menambahkan, kegiatan penutup tahun ini diharapkan dapat membawa optimisme baru bagi investor pasar modal di tengah isu perekonomian dan pasar modal yang akan lesu di 2023.
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid melihat potensi Indonesia masuk ke jurang resesi masih sangat kecil. Dia mengatakan, kalau potensi resesi hanya berada di 3 persen.

Ini juga sejalan dengan beberapa prediksi dari lembaga internasional. Sebut saja Bloomberg pada pertengahan tahun 2022 yang mencatatkan angka yang sama.

"Risiko resesi Indonesia hanya 3 persen. Kita boleh dikatakan di dunia memiliki chance risiko resesi kecil sekali. Pertumbuhan ekonomi juga yang harus diapresiasi bisa bertahan tumbuh 5,72 persen di kuartal III-2022," ujarnya dalam Inspirato Sharing Session Liputan6.com bertajuk 'Jadikan G20 Bali Declaration Pijakan Ekonomi Bangkit', Jumat (9/12/2022).

Mengingat berbagai tantangan di dunia usaha, Arsjad mengaku telah memiliki sejumlah strategi. Salah satunya dengan mengoptimalkan pangsa pasar dalam negeri. Tujuannya, meminimalisasi dampak pelemahan ekonomi global atas permintaan yang menurun.

"Dunia usaha bisa maksimalkan pangsa pasar domestik untuk kembangkan gejolak ekonomi global, termasuk dengan transaksi digital dan penggunaan bahan baku lokal untuk kurangi ketegantungan," bebernya.

Pada saat yang sama, Kadin Indonesia juga mengimbau para pengusaha untuk melirik nilai environmental, governance, dan social (ESG). Pada sisi ini menitikberatkan pada tata kelola perusahaan yang merujuk pada nilai lingkungan dan sosial.

"Di sisi lain perlu dukungan proteksi untuk menaga pasar dalam negeri dari serangan produk impor dan memberikan kemudahan bagi industri domestik," sambung Arsjad.
Arsjad juga menuturkan sejumlah tantangan bagi dunia usaha. Paling tidak, ada 2 tantangan utama, yakni potensi resesi dan pasar domestik.

Dari sisi eksternal, Arsjad melihat ada fenomena berkurangnya permintaan global terhadap produk Indonesia. Dalam jangka pendek, tentunya ini mempengaruhi kinerja perusahaan.

"Lari-larinya, perusahaan harus mengurangi biaya operasi, misalnya dengan PHK (pemutusan hubungan kerja), yang kita juga tak ingin PHK ini terus meluas," terangnya.

Tingginya tingkat inflasi juga ternyata menjadi ancaman bagi perusahaan salah satunya akan berpengaruh pada besarnya biaya operasional perusahaan. Kendati begitu, inflasi Indonesia masih bisa dijaga di bawah 6 persen.

Menurut Arsjad, inflasi yang disikapi bank sentral dengan menaikkan suku bunga akan berdampak pada pengusaha properti di dalam negeri. 

"(Kemudian) Ada ancaman pelemahan nilai tukar, dan ini berdampak dunia usaha domestik," pungkasnya.