,

Iklan

Yayasan Trisakti Menang di Kasasi MA, Status PTN BH Hanya Keinginan Oknum Pejabat

Redaksi
16 Agu 2024, 17:05 WIB Last Updated 2024-08-16T10:09:15Z


Jakarta - Kabar gembira datang untuk Yayasan Trisakti yang dipimpin oleh Prof. Dr. Anak Agung Gde Agung. Di tingkat kasasi Mahkamah Agung, yayasan yang telah mengelola Universitas Trisakti selama lima dekade ini memenangkan kasus melawan yayasan Trisakti versi baru yang dibentuk oleh Nadiem Makarim. Mahkamah Agung menguatkan dua putusan sebelumnya dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, dengan Putusan Kasasi Nomor 292K/TUN/2024 tertanggal 12 Agustus 2024, yang menyatakan, "Menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 250/2023/PT.TUan.JKT."

Menanggapi kabar tersebut, pihak yayasan yang dianggap tidak sah langsung memberikan respons. Mengutip CNN Indonesia, Direktur Kelembagaan Dikti Kemendikbudristek dan pembina yayasan berdasarkan Kepmen 330/P/2022, Lukman, menyatakan bahwa putusan tersebut tidak akan memengaruhi pelaksanaan pendidikan di Trisakti, terutama karena status PTN-BH telah diperoleh. "Saat ini, negara hadir untuk melindungi dan menjaga keberadaan enam satuan pendidikan Trisakti dari segelintir oknum yang ingin menguasai untuk kepentingan pribadi. Trisakti sedang dipersiapkan untuk menjadi PTN-BH seperti UI, UGM, ITB, dan lainnya, karena asetnya sudah menjadi milik negara," ujarnya.

Menanggapi pernyataan Lukman, Ketua Yayasan Trisakti yang dimenangkan oleh Mahkamah Agung, Franky Boyoh, mengatakan bahwa Lukman berbicara atas nama yayasan yang ilegal. "Tidak sepatutnya ia berbicara seperti itu, apalagi menuduh segelintir orang ingin menguasai untuk kepentingan pribadi. Kami telah mengelola Universitas Trisakti sejak tahun 1957, sedangkan Lukman baru dua tahun menjabat dan kini sudah dibatalkan. Dia sangat ingin merebut Yayasan Trisakti," tegasnya kepada wartawan, Jumat (16/08/2024) di Jakarta.

Franky mencurigai bahwa dorongan untuk mengubah status Universitas Trisakti menjadi PTN-BH hanyalah keinginan Lukman dan sekelompok pejabat yang ingin memiliki kegiatan setelah pensiun. "Motifnya bukan untuk memperbaiki kampus, tetapi hanya sebagai 'skoci' bagi para pejabat yang kurang berpengetahuan dalam mengelola kampus besar," katanya.

Pendapat ini didukung oleh pernyataan Rocky Gerung yang menyatakan bahwa perubahan status Universitas Trisakti menjadi PTN-BH tidak menjamin perbaikan. "Jadi tidak ada alasan bagi pemerintah untuk memaksakan perubahan status Universitas Trisakti menjadi PTN-BH," katanya.

Franky menambahkan bahwa hasrat untuk mengubah status PTS Trisakti menjadi PTN-BH harus dihentikan setelah putusan MA yang menguatkan putusan PTUN, menyatakan bahwa pengurus yayasan versi pemerintah tidak sah karena dasar hukumnya ditolak oleh pengadilan hingga tingkat MA. "Hentikan polemik Yayasan Trisakti, kita fokus pada mencerdaskan anak bangsa," tegasnya.

Franky juga mencatat bahwa banyak mahasiswa menolak status PTN-BH karena biaya yang tinggi. Mahasiswa dan calon mahasiswa lebih memilih status PTN lama tanpa embel-embel Berbadan Hukum yang memberatkan mereka.

Sementara itu, Ketua Pembina Yayasan Trisakti, Prof. Dr. Anak Agung Gde Agung, merasa lega dengan kemenangan di tingkat kasasi. "Saya merasa lega, Mahkamah Agung akhirnya menolak kasasi yang diajukan pemerintah terhadap putusan PTUN yang telah memenangkan kami," ujar Anak Agung di depan kampus Universitas Trisakti Grogol, Jakarta Barat, Kamis (15/08/2024).

Anak Agung berharap pemerintah segera mengeksekusi putusan Mahkamah Agung agar pihaknya dapat kembali berkantor di kampus Universitas Trisakti. "Ini adalah putusan final dan inkracht, jadi pemerintah harus segera mengeksekusi putusan tersebut agar kami bisa menjalankan tugas pendidikan di kantor yang telah kami gunakan selama puluhan tahun," tambahnya.

Menurut Anak Agung, sejak Mendikbudristek Nadiem Makarim mengeluarkan "Surat Sakti", pengurus Yayasan Trisakti yang sah harus meninggalkan kantornya. "Kini setelah pengadilan memutuskan 'Surat Sakti' itu harus dicabut, pengurus Yayasan Trisakti versi Mendikbudristek tidak memiliki kekuatan hukum dan harus meninggalkan kampus Trisakti," paparnya.

Anak Agung juga menegaskan bahwa keinginan Mendikbudristek untuk mengubah status Universitas Trisakti menjadi PTN-BH harus dihentikan. "Tidak ada dasar hukum lagi untuk memaksa Universitas Trisakti menjadi PTN-BH, dan kami sebagai pemilik yayasan tidak berminat," tegasnya.

Sementara itu, Nugraha Bratakusumah, kuasa hukum Anak Agung Gde Agung, menjelaskan bahwa sebelumnya Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI, Nadiem Makarim, telah mengeluarkan Keputusan Mendikbudristek No. 330/P/2022 tentang Susunan Keanggotaan Pembina Yayasan Trisakti pada 24 Agustus 2022, yang mengangkat pembina tanpa dasar rapat pembina sesuai Pasal 28 ayat 3 dan 4 UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Nugraha menyatakan bahwa para pembina yang diangkat oleh Mendikbudristek berdasarkan Kepmen 330/P/2022 telah mengubah Akta No. 22/2005 dan menghilangkan seluruh nama-nama pembina Yayasan Trisakti, termasuk Prof. Dr. Anak Agung Gde Agung, menjadi Akta Nomor 03 tanggal 10 Februari 2023. Para pembina versi pemerintah menguasai seluruh satuan pendidikan Yayasan Trisakti dan berkantor di kampus Universitas Trisakti.

Akibat dari kesewenang-wenangan ini, para pembina Yayasan Trisakti versi Prof. Dr. Anak Agung Gde Agung, Prof. Dr. Hasyim Djalal, dan Dr. Joseph Kristiadi menggugat Kepmen No. 330/P/2022 di PTUN untuk membatalkan keputusan tersebut. PTUN, kemudian menguatkan putusan tersebut di tingkat banding dan kasasi Mahkamah Agung.

Putusan MA menyatakan: (1) Mengabulkan gugatan para penggugat dalam pokok perkara; (2) Menyatakan tidak sah Kepmen Nomor: 330/P/2022; (3) Mewajibkan tergugat mencabut Kepmen tersebut; (4) Memerintahkan tergugat untuk menerbitkan keputusan tentang rehabilitasi atau pengakuan susunan anggota Dewan Pembina yang sah berdasarkan Akta Berita Rapat Yayasan Trisakti No. 22 tanggal 7 September 2005.

Nugraha menegaskan bahwa putusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, ia mengimbau agar Sdr. Lukman dan timnya segera keluar dari kantor Yayasan Trisakti di Universitas Trisakti dan tidak lagi bertindak seolah-olah sebagai pembina yayasan. "Sdr. Lukman dan kawan-kawan wajib menghormati putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Mereka adalah pejabat negara yang seharusnya memiliki integritas tinggi untuk tidak menggunakan kekuasaan mereka secara melawan hukum," tegasnya.

Nugraha juga menambahkan bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 24/PUU-XXII/2024, badan atau pejabat tata usaha negara tidak dapat lagi mengajukan peninjauan kembali atas putusan kasasi Mahkamah Agung. Dengan demikian, polemik mengenai kampus Universitas Trisakti dianggap telah berakhir. Setiap kegiatan di kampus harus berdasarkan yayasan yang sah, yaitu Yayasan Trisakti versi Anak Agung yang berdiri berdasarkan Akta Yayasan Trisakti No. 22 tanggal 7 September 2005.

Iklan