Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan asli daerah yaitu dengan menggenjot sektor pariwisata di dalamnya. Terutama daerah yang memiliki kekayaan alam yang eksotis dan bernilai tinggi.
Pengembangan potensi pariwisata di daerah tidak hanya sekadar dengan menggelontorkan anggaran untuk perbaikan, pemeliharaan, dan pembangunan destinasi wisata. Lebih dari itu, pasti membutuhkan perencanaan yang matang, strategi pembangunan yang tepat, sinergitas lintas-sektor, dan tentunya peran serta komunitas-komunitas lokal yang terkait. Terutama putra-putra daerah yang juga memiliki peran vital untuk mengembangkan pariwisata daerah melalui ide-ide segar dan progresif mereka.
Keberpihakan pemerintah daerah (pemda) untuk memajukan sektor pariwisata tak cukup dengan ungkapan verbal. Atau janji-janji politik yang biasanya disampaikan di masa kampanye. Tapi wajib dibuktikan dengan tindakan nyata. Sebab hal ini, bukan sekadar berbicara kepentingan pribadi dan parpolnya. Lebih dari itu, seluruh masyarakat di daerah tersebut.
Dalam hal ini, kepemimpinan kepala daerah, baik itu bupati ataupun wali kota, juga sangat berpengaruh terhadap maju tidaknya pariwisata daerah. Sebab, tumbuh kembangnya destinasi wisata juga membutuhkan keberpihakan politik. Sehingga butuh masterplan yang jelas untuk pelaksanaan pembangunan pariwisata lokal. Sebab, tidak jarang ada yang sekadar membangun sarana dan prasarana di sebuah destinasi wisata tanpa melihat kebutuhannya. Yang penting anggarannya digelontorkan, itu sudah cukup. Tak ada urusan dengan tepat sasaran atau tidak. Pemimpin semacam itu biasanya hanya asal-asalan menjalankan program kerja.
Padahal, yang dikeluarkan adalah uang dari rakyat. Tapi, nyatanya tidak sesuai kebutuhan rakyat. Belum lagi, anggaran yang dijadikan bancakan oknum-oknum pejabat terentu. Dipangkas semau-maunya. Sehingga yang turun ke masyarakat jumlah sangat minim. Maka jangan heran ketika banyak fasilitas-fasilitas yang disediakan pemkab/pemkot di destinasi wisata hanya seumur jagung. Sebab, secara spesifikasi sama sekali tidak memunuhi standar. Hal itu menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi pemkab/pemkot seluruh Indonesia. Yaitu bagaimana agar anggaran pengembangan pariwisata itu tepat sasaran.
Dampak dari tata kelola sektor pariwisata yang amburadul yaitu minimnya jumlah pengunjung atau wisatawan; baik dari dalam ataupun luar negeri. Tidak ada alasan bagi pelancong untuk berkunjung ke daerah tersebut. Padahal, banyak potensi alam yang bisa dinikmati. Semisal, keindahan air terjun, pantai, gunung, dan semacamnya. Sarana dan prasarana yang tidak memadai bahkan buruk menyebabkan wisatawan mengurungkan niatnya untuk berlibur ke tempat tersebut.
Padahal, kunjungan wisatawan tersebut berpotensi untuk menggenjot dan menggerakkan ekonomi lokal. Sebab, mereka pasti mengeluarkan uangnya untuk menginap, makan dan minum, berbelanja souvenir, dan semacamnya. Artinya, wisatawan tersebut bisa mendongkrak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berjualan di dalam atau sekitar destinasi wisata tersebut.
Menurut Yoeti (1996) ada beberapa sarana dan prasarana pariwisata yang harusnya terlebih dahulu disediakan; seperti halnya: fasilitas transportasi, fasilitas akomodasi, fasilitas catering service, obyek dan atraksi wisata, aktivitas rekreasi, fasilitas pembelanjaan, dan tempat atau toko. Jika dibagi menjadi tiga bagian penting bisa berupa: sarana pokok (hotel, villa, restoran), sarana pelengkap (wisata budaya dan wisata alam), dan sarana penunjang (pasar seni, kuliner, oleh-oleh, dan cindera mata kerajinan khas daerah).
Semua sarana dan prarana itu tidak harus melalui anggaran dari pemkab/pemkot, bisa juga dengan mengundang swasta (investor) untuk membangun. Intinya adalah pada keberpihakan dan kepedulian pemimimpin daerah beserta jajarannya untuk benar-benar menggenjot pariwisata lokal. Apalagi Joyosuharto (1995) pernah mengungkapkan bahwa pengembangan pariwisata memiliki tiga fungsi; yaitu: menggalakkan ekonomi, memelihara kepribadian bangsa dan kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup, dan memupuk rasa cinta Tanah Air dan bangsa.
Selain itu, dalam mengembangkan sektor pariwisata pemerintah daerah perlu melibatkan banyak pihak. Artinya, tidak cukup Dinas Pariwisata saja yang bergerak. Sebab, hemat saya, itu kurang efekti dan efisien. Jalannya pun juga tidak bisa cepat. Semua elemen terkait perlu dilibatkan. Bergerak serentak, berkolaborasi dan bersinergi untuk mamajukan sektor pariwisata. Sehinga perlu kerja sama antara organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk menunjang pembangunan destinasi pariwisata. Seperti halnya Dinas Pariwisata, Dinas Pemuda dan Olahraga, dan Dinas UMKM. Saya rasa ketiga OPD tersebut berkaitan erat dengan industri pariwisata.
Membangun sektor pariwista juga tidak cukup hanya dengan membangun atau membenahi insfrastruktur yang sudah ada. Namun, juga membangun kualitas sumber daya manusia (SDM) lokal agar memiliki pola pikir dan skill terentu yang menunjang kemajuan sebuah destinasi pariwisata. Dalam hal ini, perlu edukasi dan pembinaan yang intens dari instansi terkait terhadap orang-orang yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam industri pariwisata. Semisal, memberikan pelatihan terhadap pemandu wisata agar menjadi pemandu wisata yang profesional, memberikan pembinaan dan pelatihan kepada komunitas-komunitas terkait, dan sebagainya.
Terakhir, pemerintah daerah juga perlu melibatkan selebgram, pemuda, dan duta wisata untuk mempromosikan seluas-luasnya potensi wisata di daerah. Hal itu untuk memancing rasa penasaran, minat, dan ketertarikan wisatawan untuk berwisata ke daerah tersebut. Sinergitas dan kolaborasi menjadi kunci dalam akselarasi pengembangan sektor pariwisata. Tentu saja juga dengan tata kelola yang baik dan keberpihakan pemimpin lokal.
Satu lagi, menciptakan iklim usaha yang baik di daerah tersebut untuk mengundang pengusaha berinvestasi memajukan destinasi wisata. Pemerintah daerah juga bisa menggelar even atau festival kebudayaan secara rutin untuk memberikan stimulus kunjungan pelancong dari berbagai tempat. Selaku penulis, saya percaya betul, ekonomi daerah akan perlahan melonjak naik jika industri pariwisatanya juga hidup.
***
Muhammad Aufal Fresky, Penulis buku 'Empat Titik Lima Dimensi