Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk Agustus 2024 yang melandai di bawah ekspektasi konsensus. Secara tahunan (year on year/yoy), inflasi tercatat sebesar 2,12%, sedikit lebih rendah dari periode sebelumnya yang berada di angka 2,13%. Namun, secara bulanan (month to month/mtm), IHK mengalami deflasi sebesar 0,03%.
Yang menjadi perhatian, ini adalah kali pertama Indonesia mengalami deflasi selama empat bulan berturut-turut sejak Mei 2024, dan kondisi ini belum pernah terjadi dalam 25 tahun terakhir sejak era reformasi. Penurunan harga-harga selama empat bulan terakhir menjadi sinyal serius bagi perekonomian Indonesia, khususnya terhadap daya beli masyarakat yang semakin melemah.
Pada Agustus 2024, sektor makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar deflasi dengan penurunan harga sebesar 0,52% dan andil deflasi 0,15%. Melemahnya daya beli yang tercatat sejak Mei 2024 juga berimbas pada penurunan jumlah pinjaman online yang disalurkan.
Data Juni 2024 menunjukkan bahwa total penyaluran pinjaman online turun sebesar 2,23% menjadi Rp25,4 triliun, dari Rp24,8 triliun di bulan Mei 2024. Penurunan ini mengindikasikan bahwa masyarakat mulai menahan diri dalam melakukan konsumsi, termasuk meminjam uang secara online.
Namun, di sisi lain, jumlah outstanding pinjaman atau pinjaman yang belum terbayarkan justru meningkat. Pada Juni 2024, total outstanding pinjaman online naik sebesar 3,77% menjadi Rp66,9 triliun, dari Rp64,5 triliun di bulan sebelumnya. Peningkatan ini memperlihatkan adanya kesulitan masyarakat dalam melunasi pinjaman, seiring dengan bertambahnya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menyebabkan pendapatan masyarakat semakin tertekan.
Kondisi ini menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia sedang berada dalam fase yang penuh tantangan, dengan penurunan konsumsi dan meningkatnya beban utang masyarakat. Pemerintah dan pihak terkait diharapkan dapat segera mengambil langkah-langkah untuk mengatasi situasi ini sebelum dampaknya semakin meluas.