,

Iklan

Menguak Manipulasi Hukum, Nasib Yayasan Trisakti di Tangan Pemerintah

Redaksi
23 Sep 2024, 17:15 WIB Last Updated 2024-09-23T10:15:00Z


Jakarta
- Operator kegiatan di kampus Universitas Trisakti Dadakan seperti tak tahu hukum dan tak tahu malu. Legal standing yang dipakai mereka untuk melakukan kegiatan di kampus tersebut sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung dengan terbitnya Putusan Kasasi Mahkamah Agung pada Senin, 12 Agustus 2024 dengan nomor perkara 292/K/TUN/2024. 


Namun mereka seakan tak punya malu. Mereka terus melakukan aktivitas di kampus Universitas Trisakti berbekal SK illegal tersebut. Demikian benang merah yang disampaikan oleh Ketua Pembina Yayasan Trisakti, Prof Anak Agung Gde Agung kepada wartawan, Minggu (22/09/2024) di Jakarta. 


Anak Agung menegaskan bahwa kasasi yang diajukan Kemendikbudristek ditolak Mahkamah Agung. Artinya SK Mendikbudristek Nomor 330/P/2022 tak berlaku. Padahal SK inilah yang dipakai untuk melakukan seluruh aktivitas di Yayasan Trisakti termasuk SABH (Sistem Administrasi Badan Hukum).


Salah satu dari 13 orang yang ditunjuk Nadiem Makarim adalah Dirjen AHU Kemenkumham.  Jadi, menurut Anak Agung, Dirjen AHU memanipulasi sistem SABH untuk duduk sebagai pembina di Yayasan Trisakti. Sementara landasan hukum pembentukan yayasan tersebut tak berdasar.


“Bisa dikatakan mereka melakukan seluruh aktivitas di Yayasan Trisakti tanpa landasan hukum. Sejak kapan kita boleh menerapkan hukum rimba?,” papar Anak Agung.


Seharusnya, kata Anak Agung, dengan ditolaknya kasasi di Mahkamah Agung, Yayasan Trisakti bikinan Nadiem Makarim tidak boleh melakukan aktivitas apapun. Tapi jahatnya, mereka terus melakukan aktivitas seakan tak berdosa.


Anak Agung berkisah, pengambilalihan Yayasan Trisakti dan aset-asetnya, bukan pertama kali dilakukan oknum pemerintah, tapi berulangkali. Dimulai sejak 1998 ketika Universitas Trisakti diambil-alih secara tidak sah oleh Rektor Thoby Mutis.


Sejak saat itu, pemerintah tidak henti-hentinya melakukan berbagai rentetan usaha untuk mengambilalih Yayasan Trisakti. Tercatat, pertama kali tahun 2011, hanya berdasarkan laporan yang tidak benar dari Wakil Rektor yang termohon eksekusi, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memblokir Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Yayasan Trisakti.


Pemblokiran SABH tersebut praktis melumpuhkan operasional Yayasan, karena tanpa SABH, yayasan tidak dapat melakukan tindakan-tindakan hukum seperti mengangkat pejabat perguruan tinggi, membuat kurikulum baru, bahkan membuka rekening bank.


“Pemblokiran SABH Yayasan Trisakti masih berlaku sampai sekarang walaupun Mendikbudristek waktu itu menulis surat ke Kemenkumham menyatakan bahwa Kementeriannya tidak pernah minta SABH Yayasan Trisakti untuk diblokir,” jelas Anak Agung.


Cara-cara dengan melawan hukum terus berlanjut. Mendikbudristek pada 25 Agustus 2022, mengeluarkan Kepmen No 330/P/2022 yang mengangkat 9 pejabat pemerintah aktif menjadi anggota Pembina Yayasan Trisakti.


Pengangkatan 9 pejabat itu bertentangan total dengan UU No 16 Tahun 2001 jo UU No 28 Tahun 2004 tentang Yayasan yang jelas menyatakan, bahwa ‘yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina adalah orang perseorangan berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina’, dan bukan oleh Keputusan Menteri.


Mendikbudristek juga mengeluarkan surat Perintah No 1212/E.E1/Kp.08.00/2022 yang mengangkat dan menentukan tugas-tugas pejabat perguruan-perguruan tinggi Trisakti. Ini bertentangan dengan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang mengakui perguruan tinggi swasta (PTS) memiliki kewenangan sendiri, berbeda dengan perguruan tinggi negeri (PTN).


Anak Agung menegaskan, Yayasan Trisakti tidak tinggal diam untuk hal itu. Yayasan Trisakti menggugat Kepmen No 330/P/2022 melalui PTUN. Hasilnya, Yayasan Trisakti menang dengan putusan No 407/G/2022/PTUN.JKT tanggal 16 Mei 2023. Kemendikbudristek lalu naik banding dan terakhir kasasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya, lagi-lagi dimenangkan oleh Yayasan Trisakti. Putusannya sudah final dan mengikat, Kemendikbudristek tak bisa lagi mengajukan Peninjauan Kembali.


Tapi kemudian, Kemendikbudristek bukan saja tidak mengindahkan putusan tersebut, mereka malah membuat statuta baru Universitas Trisakti dan segera berkantor di Kampus Universitas Trisakti. “Hakim yang memutus PTUN dipindah ke Palu,” ungkap Anak Agung.


Tak berhenti di situ, pada 10 Februari 2023, Kemendikbudristek mengeluarkan Akta No. 03 yang dibuat Notaris Andi Sona Ramadhini SH, membentuk ‘Yayasan Trisakti” versi pemerintah berikut sususan kepengurusannya yang didasari Kepmen No 330/P/2022, yang lagi-lagi melanggar UU No 16 Tahun 2001 jo UU No 28 Tahun 2004, dan juga sudah dinyatakan tidak sah oleh putusan PTUN dan PT TUN.


Parahnya, setelah Akta No 03, Kemenkumham mengeluarkan surat no AHU-AH.01.06-0009012 yang memberi pengakuan atas Akta No 03, dengan memberikan SABH kepada ‘Yayasan Trisakti’ versi pemerintah yang selama ini diblokir untuk Yayasan Trisakti yang sah. Dan, untuk menguatkan semua itu, Mendikbudristek mengeluarkan Kepmen No 522/E/O/2023 yang tanpa dasar hukum mengesahkan pembentukan ‘Yayasan Trisakti’ tersebut berikut susunan kepengurusannya.


Prof DR Aswanto SH MSi, salah satu pembina Yayasan Trisakti yang sah, mengatakan, sangat tidak logis Universitas Trisakti yang merupakan PTS begitu maju, begitu berkembang, mau diambil pemerintah.


“Sangat tidak logis. Apalagi kalau melihat PTN di daerah banyak yang terseok-seok. Kenapa pemerintah tidak urus PTN itu saja. Kenapa malah mau mengambil PTS yang sudah maju, berkembang dan mampu membiayai dirinya sendiri. Jadi, tidak salah kalau masyarakat berpikir, jangan-jangan pemerintah memang mau menguasai dan mengambil aset Yayasan Trisakti,” tuturnya.


PTNBH Biang Keladi Mahalnya Kuliah


Penetapan status pengelolaan PTNBH diamanatkan melalui UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi. Sampai saat ini baru ada 22 perguruan tinggi negeri yang berubah status dari PTN menjadi PTNBH.


Praktisi Pendidikan Profesor Doktor Ketut Surajaya menyatakan dari 22 Perguruan Tinggi Negeri yang diubah statusnya menjadi PTN BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum), semua mengalami masalah mahalnya biaya UKT. Dari jumlah itu para mahasiswa rata-rata menyatakan biaya UKT sangat tinggi, bahkan ada mahasiswa S3 yang putus tengah jalan karena tak mampu membayar biaya kuliah. 


"Bisa dikatakan PTN BH justru memberatkan mahasiswa," katanya dalam sebuah diskusi bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN di Jakarta, Senin (9/9/2024).


Sementara penasihat hukum Yayasan Trisakti, Nugraha Bratakusumah menegaskan bahwa UU Nomor 12 tahun 2012 adalah undang-undang tentang perguruan tinggi negeri bukan perguruan tinggi swasta. Nugraha mempertanyakan mengapa Kemendikbudristek menyasar Universitas Trisakti yang sudah sangat mandiri dan tidak memerlukan bantuan pemeritah.


Nugraha mencium ada gelagat kurang baik dari Kemendikbudristek bahwa status Universitas Trisakti akan diubah dulu ke perguruan tinggi negeri untuk kemudian di-PTNBH-kan. “Ini namanya rekayasa hukum,” paparnya.


Menurut Nugraha, persoalan antara Yayasan Trisakti dengan pemerintah sesungguhnya telah selesai pasca kasasi mereka ditolak MA. Namun ia mempertanyakan kenapa melebar ke persoalan PTNBH.   


“Bukankah sebaiknya selesaikan saja putusan MA tersebut? Mengapa harus mengutak-atik Yayasan Trisakti dengan dalih PTNBH?,” pungkas Nugraha. (ant/abd).

Iklan