Matahari telah tenggelam ketika Raka berjalan pelan menuju kost tempat biasa mereka bertemu. Hatinya bergejolak, seperti hari-hari sebelumnya.
Dia tahu bahwa dia bukanlah pria yang diharapkan oleh Kia--tidak setampan atau sepopuler pria-pria lain di sekitarnya. Tapi Raka selalu ada, selalu memastikan Kia bahwa meskipun dia tidak sempurna, kehadirannya nyata.
Didepan kostan itu, Kia sudah duduk menatap layar ponselnya. Raka menarik napas dalam-dalam dan tersenyum kecil sebelum duduk di sampingnya.
"Hai," sapanya ringan.
Kia menoleh dan tersenyum tipis. "Ada apa, kenapa kesini?"
Raka tertawa pelan. “Tidak apa, cuma ingin bertemu kamu saja”.
Dalam hatinya, Raka tahu, dia telah membatalkan banyak agenda hari itu—pertemuan kerja, latihan menulis, bahkan janji dengan temannya. Semua itu dia lakukan bukan untuk mendapatkan perhatian Kia, tetapi karena dia ingin benar-benar hadir dalam hidupnya. Baginya, setiap detik yang dihabiskan bersama Kia adalah keinginan hatinya sendiri, bukan paksaan atau niat untuk membuat kesan.
“Aku tahu,” jawab Kia dengan suara lembut. "Tapi... aku tidak pernah memintamu melakukan semua ini. Aku tidak ingin kamu merasa terpaksa."
Raka menatapnya dalam-dalam, berusaha menemukan kata-kata yang tepat. "Aku melakukan semua ini bukan karena kamu memintanya. Aku melakukannya karena aku ingin. Aku mungkin bukan pria yang sesuai dengan harapanmu, tapi aku ingin kamu tahu, aku hadir. Setiap kali aku di sini, aku memilihmu, bukan orang lain atau hal lain."
Kia terdiam, memandangi jalan. Ada sesuatu dalam tatapannya, sesuatu yang sulit diterjemahkan. Mungkin rasa bersalah, mungkin kebingungan, atau mungkin sesuatu yang lebih dalam. Raka tidak bisa menebak.
“Kenapa?” tanya Kia pelan, hampir seperti bisikan. "Kenapa kamu begitu ingin hadir untukku?"
Raka tersenyum, kali ini lebih tulus. "Karena kamu layak untuk itu."
Kia terdiam lebih lama kali ini, seolah sedang memikirkan kata-kata Raka. Waktu terasa berjalan lambat di antara mereka, seperti ada sesuatu yang tidak bisa diucapkan tapi sangat dirasakan.
"Aku menghargai itu, Raka, terimakasih" kata Kia akhirnya, "tapi aku masih butuh waktu untuk memahami semua ini."
Raka mengangguk pelan. "Aku mengerti. Ambil waktu sebanyak yang kamu butuhkan. Aku akan tetap di sini, memberikan apa yang aku bisa, bukan untuk mengubahmu atau menuntut sesuatu, tapi karena aku ingin kamu tahu bahwa Aku benar-benar peduli."
Malam itu, mereka berdua duduk dalam keheningan, membiarkan waktu dan perasaan mengalir apa adanya. Raka tahu, mungkin dia tidak akan pernah menjadi yang terbaik dalam hidup Kia, tapi dia akan selalu menjadi orang yang ada—selalu ada—untuknya. Dan baginya, itu sudah lebih dari cukup.